Liputan6.com, Jakarta – Warga Kota Bima kini memiliki harapan nyata untuk mendapat akses layanan kesehatan yang lebih dekat dan berkualitas dengan dibangunnya rumah sakit baru di kota mereka.
Pada Rabu (28/5), Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin melakukan peletakan batu pertama pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bima.
Rumah sakit ini bukan sekadar bangunan layanan medis biasa, melainkan fasilitas yang digadang-gadang mampu menangani penyakit-penyakit paling mematikan di Indonesia—seperti stroke, penyakit jantung, gagal ginjal, dan kanker—langsung di wilayah timur Nusa Tenggara Barat (NTB), tanpa perlu dirujuk jauh ke rumah sakit provinsi.
Dari 10 Jam Perjalanan Jadi Layanan di Depan Mata
Selama ini, pasien dari Bima harus menempuh perjalanan panjang, bahkan lebih dari 10 jam, hanya untuk mendapatkan penanganan medis yang memadai. Menkes Budi menekankan bahwa kondisi ini harus segera diubah.
“Kami ingin memastikan pasien tidak harus bepergian jauh untuk mendapatkan perawatan. Ini menyangkut kualitas hidup dan kesempatan hidup,” ujarnya dalam sambutan di lokasi pembangunan.
Pembangunan RSUD Kota Bima merupakan bagian dari program nasional Kementerian Kesehatan untuk memperkuat layanan rujukan di 66 kabupaten/kota yang belum memiliki rumah sakit tipe C. Rumah sakit tipe ini menjadi garda terdepan dalam mengatasi penyakit-penyakit kompleks yang membutuhkan fasilitas dan tenaga medis spesialis.
“Tujuannya agar masyarakat tidak perlu lagi dirujuk ke kota lain untuk penanganan penyakit yang menyebabkan kematian tertinggi,” tegas Menkes, mengutip laman resmi Sehat Negeriku milik Kemenkes.
Fasilitas Canggih untuk Kebutuhan Nyata
Yang menarik, RSUD Kota Bima dirancang bukan sekadar sebagai tempat rawat inap, tapi sebagai pusat layanan regional yang siap menangani kasus-kasus berat. Rumah sakit ini akan dilengkapi dengan CT Scan, Cath Lab untuk jantung, laboratorium patologi anatomi, immunohistochemistry untuk diagnosis kanker, serta Cytotoxic Drug Cabinet untuk kemoterapi. Tak ketinggalan, fasilitas hemodialisa juga akan tersedia bagi pasien gagal ginjal kronis.
“Pasien bisa menjalani cuci darah dua hingga tiga kali seminggu, dan sangat tidak memungkinkan jika harus dirujuk ke provinsi,” lanjut Budi.
Dengan kelengkapan ini, RSUD Kota Bima diharapkan bisa berdiri sejajar dengan rumah sakit rujukan lain di tingkat regional NTB bagian timur.
Tenaga Spesialis Asli Daerah untuk Daerah Sendiri
Namun, secanggih apa pun peralatan medis, tanpa sumber daya manusia yang mumpuni, layanan tetap tak akan maksimal. Untuk itu, Kementerian Kesehatan juga mengambil langkah strategis melalui penyediaan beasiswa pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit (hospital-based), khusus bagi putra-putri daerah.
“Kami ingin anak-anak Bima menjadi dokter spesialis di kampung halamannya sendiri,” ucap Menkes, menyiratkan komitmen jangka panjang terhadap kemandirian layanan kesehatan di daerah.
Dukungan Daerah dan Penguatan Layanan Primer
Wali Kota Bima, Rahman, menyambut baik pembangunan ini dan menegaskan komitmen pemerintah daerah untuk mendukung dari sisi lahan, sarana, hingga pengelolaan RSUD agar berjalan optimal.
“Ini bentuk keadilan layanan kesehatan bagi warga timur,” ujarnya, merujuk juga pada penguatan layanan primer seperti peningkatan kapasitas puskesmas di kawasan padat penduduk seperti Rasanae Timur dan Kelurahan Kolo.
Menuju Layanan Kesehatan yang Lebih Adil dan Berkualitas
Warga Bima selama ini hidup dengan keterbatasan akses layanan medis, terutama untuk penyakit-penyakit berat. Dengan dimulainya pembangunan RSUD ini, mimpi tentang layanan kesehatan yang setara dengan kota-kota besar bukan lagi angan.
Jika semua berjalan sesuai rencana, konstruksi ditargetkan rampung awal 2026. Lebih dari sekadar infrastruktur, rumah sakit ini adalah simbol dari keadilan sosial di bidang kesehatan—di mana setiap warga, tak peduli sejauh apa jaraknya dari ibu kota, berhak mendapat layanan yang setara, bermutu, dan menyelamatkan nyawa.