Liputan6.com, Jakarta – Vitiligo masih sering menimbulkan stigma di masyarakat. Padahal, di balik bercak putih pada kulit, ada perjuangan panjang para penyintas untuk tetap percaya diri. Kini, beragam teknologi medis terus dikembangkan untuk mendukung mereka, salah satunya melalui teknologi fototerapi exciplex clarteis asal Prancis yang baru saja diperkenalkan di Indonesia.
Langkah ini diinisiasi oleh C Derma Clinic dengan berkolaborasi dengan Komunitas Vitiligo Indonesia, bertepatan dengan kampanye Cerita dari Kulitku dalam peringatan World Vitiligo Day 2025 di Jakarta pada Kamis (3/7).
Apa Itu Vitiligo?
Vitiligo adalah kondisi hilangnya pigmen warna kulitdi area tertentu yang membuat kulit tampak belang atau berbercak putih. Kondisi ini bisa terjadi di kulit, mmukosa, bahkan pada seluruh tubuh.
Diketahui, angka kejadian vitiligo secara global diperkirakan 0 hingga 8 persen, tanpa perbedaan ras atau jenis kelamin. Namun, usia kemunculan vitiligo umumnya di bawah 40 tahun, dengan kasus banyak ditemukan pada rentang usia 10 hingga 30 tahun.
Hingga kini, penyebab pasti vitiligo belum diketahui. Namun, diduga berkaitan erat dengan kondisi autoimun, dimana system kekebalan tubuh menyerang sel penghasil pigmen kulit (melanosit).
Selain autoimun, faktor lain yang memicu vitiligo antara lain genetika, stress, sinar matahari berlebih, hingga trauma pada kulit. Gejalanya pun bervariasi. Bercak putih bisa muncul di area lipatan seperti ketiak, selangkangan, area terbuka seperti wajah, tangan, dan bahkan mukosa bibir atau kelamin.
Apa Itu Teknologi Exciplex Clarteis?
Head of Aesthetics idsMED, Marisa Theresia, menjelaskan bahwa exciplex clarteis adalah teknologi fototerapi terkini yang menggunakan excimer light 308 nm, khusus dikembangkan untuk menangani berbagai kondisi kulit autoimun, termasuk vitiligo.
Fototerapi excimer light ini memang telah lama dikenal sebagai pendekatan yang efektif untuk merangsang produksi melanin pada area kulit yang kehilangan pigmen. Bagi penyintas vitiligo, teknologi ini diharapkan dapat membantu memperbaiki warna kulit lebih merata.
Menjawab Tantangan Penanganan Vitiligo
… Selengkapnya
Sebagai kondisi autoimun, vitiligo sering kali membutuhkan pendekatan terapi jangka panjang. Sayangnya, tidak sedikit pasien yang masih kesulitan mengakses perawatan yang tepat.
“Kehadiran teknologi ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat sekaligus membantu para penyintas merasa lebih diterima, percaya diri, dan memahami mereka memiliki akses pada penanganan yang tepat,” kata Marisa di kawasan Pondok Indah, Jakarta, pekan lalu.
Vice President of idsMED Aesthetics, Andy Rahardja, menambahkan bahwa teknologi ini membuka peluang lebih besar untuk penanganan berbagai kondisi kulit autoimun.
“Exciplex clarteis hadir sebagai teknologi fototerapi modern yang membuka peluang lebih besar dalam penanganan vitiligo dan kondisi kulit autoimun lainnya,” ujarnya.
Mendorong Kesadaran, Mematahkan Stigma
Bukan hanya memperkenalkan teknologi baru, kampanye Cerita dari Kulitku juga menjadi ruang aman bagi para penyintas vitiligo untuk saling berbagi pengalaman. Dalam sesi talkshow, dr Salma Kyana MRes, seorang dokter sekaligus pegiat advokasi vitiligo, turut membagikan kisahnya.
“Sebagai seseorang yang hidup dengan vitiligo, saya memahami betapa pentingnya kepercayaan diri. Acara ini menjadi pengingat bahwa kulit kita dengan segala warnanya memiliki cerita berharga untuk dibagikan,” tuturnya.
Bagi banyak penyintas, dukungan komunitas dan edukasi menjadi kunci penting agar mereka tidak merasa sendiri menghadapi tantangan sosial maupun emosional.
Kehadiran teknologi exciplex clarteis tak hanya diharapkan meningkatkan hasil terapi vitiligo, tetapi juga mendorong kesadaran masyarakat bahwa vitiligo bukan sekadar masalah penampilan. Ada aspek psikologis yang perlu didukung bersama.
“Melalui kampanye Cerita dari Kulitku ini, kami berharap kehadiran exciplex clarteis di Indonesia bisa jadi solusi nyata bagi para penyintas untuk memperoleh penanganan yang lebih tepat dan efektif,” ungkap Marisa Theresia.