Liputan6.com, Jakarta – Gempa bumi dahsyat berkekuatan 7,7 dan 6,4 magnitudo mengguncang Myanmar pada Jumat, 28 Maret 2025, meninggalkan duka mendalam bagi ribuan korban.
Menurut data resmi “State Administration Council (SAC)” yang dirilis WHO pada 1 April 2025, sebanyak 2.056 orang dilaporkan meninggal dunia dan 3.900 lainnya mengalami luka-luka. Sementara itu, laporan media menyebut angka kematian bahkan lebih tinggi, mencapai 3.034 jiwa, dengan 3.517 korban luka dan 498 lainnya masih hilang.
Sebagai bentuk solidaritas, Pemerintah Indonesia telah mengirimkan bantuan kemanusiaan senilai 1,2 juta dolar AS bagi para penyintas bencana gempa Myanmar. Bantuan ini diharapkan dapat meringankan beban para korban yang masih berjuang di tengah kondisi yang sulit.
Respons Cepat WHO dan Upaya Kemanusiaan
Dalam waktu 24 jam setelah gempa terjadi, WHO Asia Tenggara langsung mengirimkan hampir 3 ton perlengkapan kesehatan ke daerah terdampak, termasuk Nay Pyi Taw dan Mandalay. Bantuan ini mencakup alat kesehatan, trauma kits, serta tenda medis untuk mendukung layanan kesehatan darurat. Hingga saat ini, WHO telah memobilisasi dana sebesar 5 juta dolar AS, namun jumlah yang dibutuhkan dalam 30 hari ke depan diperkirakan mencapai 8 juta dolar AS.
Sebagai bagian dari tanggung jawabnya, WHO juga rutin menerbitkan “situation report” guna memberikan pembaruan mengenai kondisi di lapangan. Hingga saat ini, tiga laporan situasi telah diterbitkan, yakni pada 29 Maret, 30 Maret, dan 1 April. Langkah ini menegaskan pentingnya koordinasi internasional dalam menangani bencana skala besar seperti ini.
12 Dukungan untuk Myanmar
WHO telah mengidentifikasi 12 kebutuhan mendesak yang harus segera dipenuhi guna menangani dampak gempa ini. Menurut Prof. Tjandra Yoga Aditama, mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, daftar ini dapat menjadi acuan bagi negara-negara dan organisasi yang ingin berkontribusi dalam bantuan kemanusiaan:
- Manajemen penanganan korban massal
- Perawatan trauma dan pembedahan
- Peralatan transfusi darah
- Kantung jenazah untuk penanganan korban yang meninggal
- Peralatan anestesi bagi pasien yang membutuhkan tindakan medis intensif
- Obat-obatan esensial untuk penanganan darurat dan pasca-trauma
- Penyediaan tenda untuk tempat tinggal sementara bagi para penyintas
- Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga medis dan relawan
- Analisis kerusakan fasilitas kesehatan guna memastikan layanan tetap berjalan
- Akses terhadap air bersih dan sanitasi yang layak
- Surveilans dan pencegahan terhadap potensi wabah penyakit menular
- Dukungan mental dan psikososial bagi korban dan tenaga medis
Prof. Tjandra menekankan bahwa bencana ini tidak hanya menimbulkan dampak fisik, tetapi juga psikologis yang mendalam bagi para penyintas.
“Dukungan mental dan psikososial menjadi salah satu aspek penting dalam proses pemulihan pasca bencana,” ujarnya melalui pesan tertulis, Kamis (3/4).
Bersama untuk Myanmar
Tragedi gempa di Myanmar menjadi pengingat bagi dunia akan pentingnya solidaritas dalam menghadapi bencana kemanusiaan. Bantuan dari berbagai negara, termasuk Indonesia, menunjukkan bahwa di tengah krisis, harapan tetap ada.
Dengan memastikan bahwa 12 kebutuhan kritis ini terpenuhi, kita dapat membantu Myanmar bangkit dari keterpurukan dan membangun kembali kehidupan mereka yang terdampak.
Sebagaimana diungkapkan oleh Prof. Tjandra, “Kerja nyata di lapangan sangatlah penting, baik dalam bentuk bantuan medis, logistik, maupun dukungan moral. Kita semua dapat berkontribusi dalam upaya pemulihan ini.”