ONLINE177 – Strategi Kemenkes Hadapi Angka Kematian Jemaah Haji di Tanah Suci Lebih Tinggi dari Tahun Lalu

Amirul Hajj

Liputan6.com, Jakarta – Tingginya angka kematian jemaah haji Indonesia pada musim haji tahun ini menjadi perhatian serius pemerintah. Menjelang puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyusun strategi layanan kesehatan terpadu demi melindungi jemaah dari risiko kesehatan yang meningkat selama prosesi ibadah berlangsung.

Direktur Jenderal Sumber Daya Manusia Kesehatan Kemenkes, Yuli Farianti, mengungkapkan bahwa langkah utama yang diambil adalah memperkuat sinergi antara Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Bidang Kesehatan dan Tenaga Kesehatan Haji Kloter (TKHK).

“Strateginya adalah bersatunya PPIH yang akan dibagi menjadi 8 markaz atau maktab. Para dokter spesialis akan standby di markaz tersebut. Para dokter dan perawat akan mengisi markaz yang TKHK-nya sedikit, sementara jumlah jemaahnya banyak,” jelas Yuli dalam keterangan resminya, dikutip dari laman Sehat Negeriku, Selasa (3/6). 

Kematian Jemaah Melebihi Tahun Lalu

Data per 7 Dzulhijjah 1445 H atau sekitar sepekan sebelum puncak ibadah haji mencatat 108 jemaah asal Indonesia telah meninggal dunia. Angka ini lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

“Ini satu minggu sebelum puncak haji, data yang meninggal dunia lebih tinggi dari tahun lalu pada hari yang sama,” ungkap Prof Dr dr Taruna Ikrar, Kepala BPOM yang juga menjadi anggota Tim Amirul Hajj.

Menurutnya, kondisi ini menjadi alarm bagi pemerintah untuk segera memperkuat sistem layanan kesehatan jemaah di Tanah Suci. Ia juga menekankan pentingnya optimalisasi seluruh potensi yang dimiliki Indonesia demi menjamin keselamatan jemaah haji selama menunaikan ibadah.

“Dalam kondisi tertentu, tidak mungkin dokter-dokter di sini yang jumlahnya terbatas bisa menangani dua jutaan orang jemaah. Sudah tepat langkah pemerintah Indonesia yang membawa petugas kesehatan ke sini untuk mendampingi para jemaah,” katanya.

 


2 dari 3 halaman

Terkendala Izin Operasional

Namun di balik upaya keras tersebut, Taruna mengungkapkan masih ada tantangan besar, terutama terkait izin operasional klinik dan praktik tenaga kesehatan Indonesia di Arab Saudi. Hal ini menyebabkan sejumlah petugas kesehatan tak bisa memberikan layanan maksimal.

“Sesuai aturan, tempat pelayanan dan petugas kesehatan yang bertugas di suatu negara harus memiliki izin operasional/praktik di wilayah tersebut,” jelasnya.

Sehingga banyak jemaah yang memilih menahan rasa sakit di hotel, enggan dirujuk ke rumah sakit karena kendala bahasa dan rasa stres karena jauh dari rombongan.

“Saya mendengar pelayanan kesehatan di sini (KKHI) kurang optimal karena permasalahan izin operasional. Banyak jemaah meninggal di hotel karena menahan rasa sakit. Mereka merasa stres jika harus dirujuk dan dirawat di RS sini—tidak ada teman, tidak bisa berkomunikasi karena tidak mengerti bahasanya,” ujar dr. Taruna.

Untuk mengatasi masalah ini, ia menegaskan akan membawa persoalan tersebut ke tingkat lebih tinggi.

“Saya bersama Amirul Hajj akan berbicara dengan Menteri Haji dan Menteri Kesehatan Arab Saudi,” tegasnya.

 

3 dari 3 halaman

Kolaborasi Lintas Lembaga Jadi Kunci

Kementerian Kesehatan memastikan bahwa strategi layanan kesehatan terpadu selama masa puncak ibadah haji akan terus dimatangkan. Kolaborasi lintas lembaga, termasuk diplomasi dengan otoritas Arab Saudi, menjadi langkah penting untuk memastikan petugas kesehatan Indonesia bisa bekerja secara optimal.

Dengan jumlah jemaah Indonesia yang mencapai lebih dari 200 ribu orang, tantangan penyelenggaraan haji tidak hanya terletak pada sisi logistik dan akomodasi, tetapi juga dalam hal kesiapan layanan kesehatan yang tanggap, merata, dan manusiawi.

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *