ONLINE177 – Tes Kesehatan Mental Tak Bisa Jadi Satu-satunya Instrumen Pencegahan Kekerasan Seksual oleh Dokter

Tes Kesehatan Mental Tak Bisa Jadi Satu-satunya Instrumen Pencegahan Kekerasan Seksual oleh Dokter

Liputan6.com, Jakarta Dokter sekaligus akademisi dan pemerhati mutu serta etika pendidikan kedokteran, Dicky Budiman menilai bahwa tes kesehatan mental tak bisa jadi satu-satunya instrumen pencegahan kekerasan seksual.

“Tes kesehatan mental adalah langkah awal yang baik, tetapi tidak bisa menjadi satu-satunya instrumen pencegahan,” kata Dicky dalam keterangan tertulis dikutip Jumat (18/4/2025).

“Kesehatan mental yang terganggu memang bisa berkontribusi terhadap perilaku tidak etis, tapi tindakan amoral seperti kekerasan seksual lebih erat kaitannya dengan masalah integritas, penyimpangan etika, dan kegagalan sistem pengawasan profesional,” tambahnya.

Tes psikologis hanya akan mengidentifikasi gejala atau risiko umum seperti depresi, burnout, atau kecenderungan agresif. Namun, perilaku menyimpang seperti kekerasan seksual sering kali berkaitan dengan faktor kekuasaan, impunitas, dan budaya diam di institusi.

Ditambah lagi, fakta adanya bimbingan tes untuk tes psikologi juga dapat berpotensi mengaburkan atau meloloskan kandidat bermasalah mental.

“Jadi, tes kesehatan mental penting, tetapi tidak cukup untuk mencegah kekerasan seksual jika tidak disertai sistem etik dan pengawasan yang ketat,” katanya.

Sebelumnya, Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, menilai penting untuk melaksanakan tes Minnesota Multiphasic Personality Inventory alias MMPI.

Melansir Verywell Mind, MMPI adalah alat penilaian klinis yang digunakan oleh profesional kesehatan mental untuk membantu mendiagnosis gangguan kesehatan mental seseorang.

“Nanti akan ada cek namanya MMPI, MMPI ini pemeriksaan kesehatan jiwa terlebih lagi untuk yang menggunakan obat-obat bius seperti program anestesi. Tentu ini akan kerja sama dengan kolegium pendidikan anestesi,” kata Dante saat ditemui di Jakarta (10/4/2025).