ONLINE177 – Kasus Dokter PPDS Unpad Ingatkan pada Sleeping Beauty Syndrome, Ini Alasannya

Kasus Residen PPDS Unpad Ingatkan Edukator Seks pada Sleeping Beauty Syndrome, Ini Alasannya

Liputan6.com, Jakarta Kasus kekerasan seksual yang dilakukan peserta didik Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran (Unpad) berinisial PAP mengingatkan konselor dan seks edukator dari Asosiasi Seksologi Indonesia, Febrizky Yahya, pada sleeping beauty syndrome.

Sleeping beauty syndrome atau somnophilia adalah penyimpangan seksual yang membuat pengidapnya terangsang dan ingin berhubungan intim pada seseorang yang tidak sadar dan tidak mampu memberikan respons.

Bukan tanpa alasan, konselor yang akrab disapa Eby melihat beberapa kesamaan antara pelaku tindak kekerasan seksual dengan kelainan seksual tersebut.

“Jika hanya dilihat dari modusnya, PAP (inisial pelaku) menggunakan obat bius untuk membuat korban dalam kondisi tidak sadar dan melakukan kekerasan seksual sama seperti pengidap somnophilia lainnya,” kata Eby kepada Health Liputan6.com, Kamis (10/4/2025).

Meski begitu, tetap perlu diketahui motif pelaku. Pasalnya, dari motif ini akan ketahuan apakah pelaku termasuk pengidap somnophilia atau pelaku kekerasan seksual biasa.

“Yang membedakan apakah PAP ini termasuk somnophilia atau pelaku kekerasan seksual biasa adalah motifnya,” kata Eby.

“Jika PAP membius korban dikarenakan ia mendapat akses bebas pada obat bius dan membuat korban tidak bisa melawan atau menyadari adanya kekerasan seksual yang terjadi sehingga perbuatannya tidak ketahuan, maka PAP tidak dapat dikategorikan somnophilia,” jelas Eby.

“Namun, jika motifnya adalah sengaja membuat korban tidak sadar khusus untuk membuat dirinya terangsang, maka bisa jadi ia somnophilia atau sleeping beauty syndrome,” katanya.

Namun, Eby menegaskan penegakan diagnosa harus dengan pemeriksaan oleh profesional di bidangnya.

“Sekali lagi, (penegakan diagnosis) harus dengan pemeriksaan intensif oleh psikiater dan psikolog,” imbuhnya.