Liputan6.com, Jakarta – Jamu bukan sekadar peninggalan masa lalu, melainkan simbol mada depan kesehatan bangsa. Hal ini disampaikan Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik (Deputi II) Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Mohamad Kashuri.
Menurutnya, jamu adalah perwakilan kearifan lokal yang memiliki bukti empiris dan ditopang oleh kajian ilmiah yang terus berkembang. Saat ini, banyak jurnal ilmiah yang membahas potensi obat tradisional.
“Jamu tidak sekadar ramuan, tetapi juga cerminan budaya yang diwariskan turun-temurun. Kini, semakin banyak jurnal ilmiah dan seminar yang membahasnya sebagai potensi besar obat tradisional,” kata Mohamad Kashuri dalam acara peringatan Hari Jamu Nasional, Minggu, dilansir ANTARA.
Dia menekankan, penting untuk mengangkat jamu menjadi karya nyata yang bermanfaat dan memiliki daya saing tinggi, lebih dari sekadar objek penelitian semata.
Selain itu, diperlukan juga kolaborasi lintas sektor, termasuk perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) dengan para dokter, akademisi, dan sektor industri.
Kolaborasi tersebut dinilai krusial guna menjebatani ilmu kedokteran modern dengan kekayaan alam Indonesia.
Di sisi lain, BPOM sebagai otoritas pengawasan berkomitmen mempercepat proses uji klinik melalui inovasi regulasi.
“Kami tidak hanya mendampingi, tetapi juga membantu agar uji klinik berjalan sesuai standar. Banyak produk gagal dipasarkan karena uji kliniknya tidak sesuai prosedur,” jelasnya.
Upayakan Revisi PMK Formularium Nasional
Lebih lanjut, Kashuri menyampaikan bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 dan PP Nomor 28 Tahun 2024 telah membuka jalan bagi jamu untuk diintegrasikan ke dalam sistem kesehatan nasional.
Pihaknya pun mengupayakan revisi PMK Formularium Nasional (Formasi) dalam program jaminan kesehatan agar ke depan, jamu bisa ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Dorong Pengembangan Kurikulum Pendidikan Obat Tradisional
BPOM juga mendorong pengembangan kurikulum pendidikan tentang obat tradisional, tambahnya, hal itu agar generasi muda memahami potensi dan pemanfaatannya.
Selain itu, pihaknya pun berharap agar insentif diberikan kepada peneliti dan pelaku industri agar ekosistem inovasi terus tumbuh.
“Mari kita jadikan jamu sebagai salah satu symbol diplomasi kesehatan Indonesia di kancah global,” tutupnya.