Liputan6.com, Jakarta – Indonesia saat ini berada di tengah peluang emas bonus demografi. Namun, peluang ini tak akan berarti tanpa sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan berkualitas. Untuk itu, pemerintah melalui Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN menekankan pentingnya peningkatan kualitas SDM secara menyeluruh dan berkelanjutan dengan pendekatan siklus kehidupan.
Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Dr. Wihaji, S.Ag, M.Pd, dalam Rapat Koordinasi Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting serta Gelar Pengawasan Nasional Tahun 2025 di Jakarta, Senin (19/5/2025).
“Untuk itu, penduduk harus dikelola secara tumbuh seimbang yang didasarkan pada suatu Grand Design Pembangunan Kependudukan yang dijadikan framework dalam pembangunan,” jelas Menteri Wihajim dikutip dari keterangan resmi Kemendukbangga.
Bonus Demografi, Modal Emas Menuju Indonesia 2045
Menteri Wihaji menekankan bahwa masa bonus demografi ini adalah momen krusial bagi Indonesia untuk mencapai Indonesia Emas 2045—sebuah visi besar yang hanya bisa dicapai jika penduduknya berkualitas dan berdaya saing tinggi.
“Bonus demografi adalah kondisi ideal pembangunan dan harus dimanfaatkan untuk mendorong kemakmuran penduduk. Dalam rangka mengkapitalisasi bonus demografi, maka manusia Indonesia harus berkualitas, dan itu dimulai dari proses pembangunan keluarga,” tegas Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga itu.
Pendekatan Siklus Kehidupan: Dari Kandungan hingga Lansia
Pendekatan berbasis siklus kehidupan menjadi strategi utama dalam membangun SDM yang unggul. Ini artinya, peningkatan kualitas SDM harus dimulai sejak dalam kandungan hingga lanjut usia, dengan intervensi yang disesuaikan di setiap tahap kehidupan.
“Pelayanan antenatal yang cukup, termasuk nutrisi dan gizi seimbang bagi pasangan usia subur, dapat menurunkan angka kematian bayi (infant mortality ratio),” jelas Menteri Wihaji. Ia menambahkan, kehamilan yang sehat serta layanan persalinan dan neonatal yang tepat akan mengurangi angka kematian ibu (maternal mortality ratio).
Bagi bayi dan anak usia dua tahun, intervensi penting dilakukan melalui Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan ASI eksklusif. Sementara itu, balita dan anak usia sekolah dasar perlu mendapatkan asupan makanan tambahan bergizi dan susu untuk mendukung pertumbuhan optimal.
Adapun untuk remaja, intervensi dilakukan melalui layanan konseling kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi. Sedangkan untuk lansia, dilakukan pendekatan active ageing dengan pemberdayaan sesuai karakteristik dan kapasitas lansia.
“Semua anggota keluarga harus peduli dalam pembentukan perilaku serta berpartisipasi dalam pengasuhan anak. Terutama ayah sebagai sosok kepala keluarga. Jangan sampai pengasuhan anak diambil alih oleh handphone,” kata Menteri Wihaji mengingatkan.
Lima Quick Wins Menuju SDM Berkualitas
Sebagai langkah konkret, Kemendukbangga/BKKBN meluncurkan lima Quick Wins untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia:
- Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting): Menargetkan 1 juta keluarga berisiko stunting dengan bantuan nutrisi dan non-nutrisi.
- Taman Asuh Sayang Anak (Tamasya): Daycare unggulan terstandarisasi dengan tenaga pengasuh bersertifikasi, psikolog anak, dokter anak, dan sistem pelaporan tumbuh kembang.
- Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI): Gerakan nasional untuk mendorong peran aktif ayah dalam pengasuhan melalui layanan konseling dan kolaborasi komunitas.
- Sidaya (Lansia Berdaya): Layanan homecare berbasis komunitas untuk lansia, termasuk akses kesehatan gratis di Puskesmas dan RSUD tanpa rujukan, serta program pemberdayaan lansia.
- AI SuperApps Keluarga: Platform digital berbasis kecerdasan buatan untuk konsultasi berbagai persoalan keluarga, termasuk anak dan hubungan suami istri.
“Dengan quick wins tersebut, kita berupaya agar keluarga kita menjadi keluarga yang tangguh. Kemendukbangga harus hadir dalam mendampingi setiap keluarga Indonesia agar siap dalam menghadapi bonus demografi,” pungkas Menteri Wihaji.