Liputan6.com, Jakarta – Tak sedikit orang yang percaya bahwa diet tinggi protein adalah jalan pintas menuju tubuh bugar dan penampilan prima. Namun, studi dan pendapat para ahli kini menunjukkan bahwa jenis protein yang Anda konsumsi bisa berdampak besar terhadap usia harapan hidup.
Apakah Anda ingin hidup sehat hingga usia 100 tahun? Pertimbangkan kembali apa yang ada di piring Anda—terutama saat memasuki usia paruh baya.
Protein dan Hormon IGF-1: Apa Hubungannya dengan Penuaan?
Protein hewani dikenal kaya akan asam amino seperti arginin dan leusin. Namun menurut Dr. Joseph Antoun, CEO L-Nutra, protein jenis ini dapat meningkatkan kadar hormon IGF-1 (Insulin-like Growth Factor 1) secara signifikan.
“Protein hewani kaya akan arginin, leusin, dan mengandung rangkaian asam amino tertentu yang merangsang sekresi IGF-1, sedangkan protein nabati dalam jumlah yang sama cenderung tidak memicu jumlah IGF-1 yang sama,” ujar Antoun, dilansir New York Post.
IGF-1 merupakan hormon yang diproduksi di hati dan berperan penting dalam proses pertumbuhan serta metabolisme tubuh. Hormon ini memang diperlukan untuk menjaga massa otot, terutama saat kita menua. Namun, kadar IGF-1 yang terlalu tinggi dalam jangka panjang justru dikaitkan dengan peningkatan risiko penuaan dini dan penyakit degeneratif.
Waktu Konsumsi Protein yang Tepat: Menyesuaikan dengan Usia
Kebutuhan protein dalam tubuh tidak bersifat statis. Menurut Dr. Antoun, jenis dan jumlah protein yang dikonsumsi sebaiknya disesuaikan dengan fase kehidupan.
“Sebelum usia 30 tahun, mengonsumsi daging dalam jumlah tertentu dalam pola makan nabati dianggap sehat. Begitu pula setelah usia 65 tahun, saat kemampuan tubuh menyerap makanan mulai menurun dan otot menjadi organ penting untuk umur panjang,” jelasnya.
Namun, bagi mereka yang berada dalam rentang usia 30 hingga 65 tahun, sebaiknya mulai lebih selektif.
“Antara usia 30 dan 65 tahun, konsumsi sumber protein yang sebagian besar berasal dari tumbuhan sangat dianjurkan,” ujar Antoun. Inilah masa di mana tubuh mulai membentuk penyakit kronis dan proses penuaan berlangsung lebih cepat.
Diet Panjang Umur: Kacang-Kacangan, Polong, dan Gaya Hidup Seimbang
… Selengkapnya
Dr. Antoun mempopulerkan konsep Diet Panjang Umur (Longevity Diet) yang menitikberatkan pada protein nabati sebagai fondasi pola makan sehat jangka panjang.
“Diet Panjang Umur menekankan konsumsi protein nabati untuk mendukung massa otot tanpa lemak dan mengurangi peradangan, yang penting bagi kesehatan jantung dan metabolisme,” katanya.
Sumber protein dari kacang-kacangan, polong-polongan, biji-bijian, dan kacang utuh menjadi pilihan utama. Pola makan ini juga sejalan dengan diet Mediterania, pescatarian, hingga flexitarian—semua terbukti mendukung proses penuaan yang sehat.
Risiko ‘Tampak Tua Sebelum Waktu’ pada Diet Tinggi Daging
Meskipun tubuh berotot dan penampilan bugar kerap dijadikan simbol kesehatan, nyatanya konsumsi protein hewani secara berlebihan dapat mempercepat penuaan biologis. Dr. Antoun menyinggung fenomena ini dengan menyoroti para binaragawan.
“Diet berbasis hewani merangsang IGF-1 dan karenanya membantu konsumen tampak bagus dan berotot dalam jangka pendek, yang dipasarkan sebagai tanda kesehatan dan kekuatan — padahal sebenarnya, tubuh berada dalam ‘mode bio-age yang dipercepat’,” tuturnya.
“Binaragawan, misalnya, tampak hebat dalam jangka pendek, tetapi akhirnya tampak jauh lebih tua dari usia sebenarnya di usia 50-an dan 60-an.”
Dengan kata lain, investasi penampilan di usia muda bisa saja dibayar mahal dengan kualitas hidup yang menurun di usia lanjut.
Tidak Semua Protein Hewani Sama: Bandingkan Lemak dan Asam Aminonya
Perlu dicatat, protein hewani tidak semuanya berada di level yang sama. “Daging merah, ayam, dan ikan mengandung persentase leusin dan arginin yang berbeda,” jelas Antoun.
Daging merah, misalnya, mengandung lemak jenuh tinggi yang dikaitkan dengan risiko penyakit jantung. Sebaliknya, ikan justru kaya akan lemak tak jenuh yang lebih menyehatkan.
Jadi, meskipun tak harus menghindari protein hewani sepenuhnya, penting untuk memilih dengan cerdas dan mempertimbangkan dampaknya terhadap tubuh dalam jangka panjang. Menurut Antoun, mengonsumsi buncis di usia paruh baya bisa jadi tiket untuk menikmati burger lezat dengan tenang di masa pensiun.